السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ



Next
Previous

Selasa, 08 Oktober 2013

0

K.H. Muhammad Zaini bin Abdul Ghani

K.H. Muhammad Zaini bin Abdul Ghani
Lahir Muhammad Zaini
Nama kecil: Qusyairi

11 Februari 1942
Bendera Belanda Martapura, Hindia-Belanda
Meninggal 10 Agustus 2005 (umur 63)
Bendera Indonesia Martapura, Banjar
Sebab meninggal Gagal ginjal
Tempat tinggal Sekumpul
Nama panggilan Guru Sekumpul
Guru Ijai
Tuan Guru
Pekerjaan Ulama/Da'i
Dikenal karena Sebagai Ulama
Gelar Al Alimul Allamah Al Arif Billaah Albahrul Ulum Al Waliy Qutb As Syeekh Al Mukarram Maulana
Agama Islam
Pasangan hidup Hj. Juwairiyah
Hj. Laila
Hj. Noorjannah
Anak Muhammad Amin Badali
Ahmad Hafi Badali



R I W A Y A T

Masa kecil dan pendidikan


Guru Ijai ketika masih muda.
Syekh Muhammad Zaini Abdul Ghani sejak kecil selalu berada di samping ayah dan neneknya yang bernama Salbiyah. Kedua orang ini yang memelihara Qusyairi kecil. Sejak kecil keduanya menanamkan kedisiplinan dalam pendidikan. Keduanya juga menanamkan pendidikan tauhid dan akhlak serta belajar membaca Alquran. Karena itulah, guru pertama dari Alimul Allamah Asy Syekh Muhammad Zaini Ghani adalah ayah dan neneknya sendiri.
Semenjak kecil ia sudah digembleng orang tua untuk mengabdi kepada ilmu pengetahuan dan ditanamkan perasaan cinta kasih dan hormat kepada para ulama. Guru Ijai sewaktu kecil sering menunggu al-Alim al-Fadhil Syaikh Zainal Ilmi yang ingin ke Banjarmasin hanya semata-mata untuk bersalaman dan mencium tangannya.
Pada tahun 1949 saat berusia 7 tahun, ia mengikuti pendidikan “formal” masuk ke Madrasah Ibtidaiyah Darussalam, Martapura. Kemudian tahun 1955 pada usia 13 tahun, ia melanjutkan pendidikan ke Madrasah Tsanawiyah Darussalam, Martapura. Pada masa ini ia sudah belajar dengan Guru-guru besar yang spesialis dalam bidang keilmuan seperti :
  • al-Alim al-Fadhil Sya’rani Arif
  • al-Alim al-Fadhil Husain Qadri
  • al-Alim al-Fadhil Salim Ma’ruf
  • al-Alim al-Allamah Syaikh Seman Mulya
  • al-Alim Syaikh Salman Jalil
  • al-Alim al-Fadhil Sya’rani Arif
  • al-Alim al-Fadhil al-Hafizh Syaikh Nashrun Thahir
  • KH. Aini Kandangan.
Tiga yang terakhir merupakan gurunya yang secara khusus untuk pendalaman Ilmu Tajwid.
Syaikh Seman Mulya adalah pamannya yang secara intensif mendidiknya baik ketika berada di sekolah maupun di luar sekolah. Dan ketika mendidik Guru Sekumpul, Guru Seman hampir tidak pernah mengajarkan langsung bidang-bidang keilmuan itu kepadanya kecuali di sekolahan. Tetapi, Guru Seman langsung mengajak dan mengantarkan dia mendatangi tokoh-tokoh yang terkenal dengan sepesialisasinya masing-masing baik di daerah Kal-Sel (Kalimantan) maupun di Jawa untuk belajar. Seperti misalnya ketika ingin mendalami Hadits dan Tafsir, guru Seman mengajak (mengantarkan) Guru Sekumpul kepada al-Alim al-Allamah Syaikh Anang Sya’rani yang terkenal sebagai muhaddits dan ahli tafsir. Menurut Guru Ijai sendiri, di kemudian hari ternyata Guru Tuha Seman Mulya adalah pakar di semua bidang keilmuan Islam itu. Tapi karena kerendahan hati dan tawadhu tidak menampakkannya ke depan khalayak.
Sedangkan al-Alim al-Allamah Salman Jalil adalah pakar ilmu falak dan ilmu faraidh. (Pada masa itu, hanya ada dua orang pakar ilmu falak yang diakui ketinggian dan kedalamannya yaitu beliau dan almarhum K.H. Hanafiah Gobet). Selain itu, Salman Jalil juga adalah Qhadi Qudhat Kalimantan dan salah seorang tokoh pendiri IAIN Antasari Banjarmasin. Salman Jalil ini pada masa tuanya kembali berguru kepada Guru Sekumpul sendiri. Peristiwa ini yang ia contohkan kepada generasi sekarang agar jangan sombong, dan lihatlah betapa seorang guru yang alim besar tidak pernah sombong di hadapan kebesaran ilmu pengetahuan, meski yang sekarang sedang menyampaikannya adalah muridnya sendiri.
Selain itu, di antara guru-guru Guru Ijai lagi selanjutnya :
  • Syekh Syarwani Abdan Bangil
  • al-Alim al-Allamah al-Syaikh al-Sayyid Muhammad Amin Kutbi
Kedua tokoh ini biasa disebut Guru Khusus beliau, atau meminjam perkataan beliau sendiri adalah Guru Suluk (Tarbiyah al-Shufiyah).
Dari beberapa gurunya lagi adalah :
  • Kyai Falak (Bogor)
  • Syaikh Yasin bin Isa Padang (Makkah)
  • Syaikh Hasan Masyath
  • Syaikh Ismail al-Yamani
  • Syaikh Abdul Kadir al-Bar

Pengaruh kehidupan keluarga

Gemblengan ayah dan bimbingan intensif pamannya semenjak kecil betul-betul tertanam. Semenjak kecil ia sudah menunjukkan sifat mulia; penyabar, ridha, pemurah, dan kasih sayang terhadap siapa saja. Kasih sayang yang ditanamkan dan juga ditunjukkan oleh ayahnya sendiri. Seperti misalnya, suatu ketika hujan turun deras, sedangkan rumah Guru Sekumpul sekeluarga sudah sangat tua dan reot. Sehingga air hujan merembes masuk dari atap-atap rumah.Pada waktu itu, ayahnya menelungkupinya untuk melindungi tubuhnya dari hujan dan rela membiarkan dirinya sendiri tersiram hujan.
Abdul Ghani bin Abdul Manaf, ayah dari Guru Sekumpul juga adalah seorang pemuda yang saleh dan sabar dalam menghadapi segala situasi dan sangat kuat dengan menyembunyikan derita dan cobaan. Tidak pernah mengeluh kepada siapapun. Cerita duka dan kesusahan sekaligus juga merupakan intisari kesabaran, dorongan untuk terus berusaha yang halal, menjaga hak orang lain, jangan mubazir, bahkan sistem memenej usaha dagang dia sampaikan kepada generasi sekarang lewat cerita-cerita itu.
Beberapa cerita yang diriwayatkan adalah sewaktu kecil mereka sekeluarga yang terdiri dari empat orang hanya makan satu nasi bungkus dengan lauk satu biji telur, dibagi empat. Tak pernah satu kalipun di antara mereka yang mengeluh. Pada masa-masa itu juga, ayahnya membuka kedai minuman. Setiap kali ada sisa teh, ayahnya selalu meminta izin kepada pembeli untuk diberikan kepada Qusyairi. Sehingga kemudian sisa-sisa minuman itu dikumpulkan dan diberikan untuk keluarga.
Adapun sistem mengatur usaha dagang, ayah Guru Sekumpul menyampaikan bahwa setiap keuntungan dagang itu mereka bagi menjadi tiga. Sepertiga untuk menghidupi kebutuhan keluarga, sepertiga untuk menambah modal usaha, dan sepertiga untuk disumbangkan. Salah seorang ustadz setempat pernah mengomentari hal ini, “bagaimana tidak berkah hidupnya kalau seperti itu.” Pernah sewaktu kecil Qusyairi bermain-main dengan membuat sendiri mainan dari gadang pisang. Kemudian sang ayah keluar rumah dan melihatnya. Dengan ramah sang ayah menegurnya, “Nak, sayangnya mainanmu itu. Padahal bisa dibuat sayur.” Qusyairi langsung berhenti dan menyerahkannya kepada sang ayah.

Kelebihan

Beberapa Catatan lain berupa beberapa kelebihan dan keanehan Qusyairi adalah dia sudah hafal Al-Qur'an semenjak berusia 7 tahun. Kemudian hapal tafsir Jalalain pada usia 9 tahun. Semenjak kecil, pergaulannya betul-betul dijaga. Kemana pun bepergian selalu ditemani. Pernah suatu ketika Qusyairi ingin bermain-main ke pasar seperti layaknya anak sebayanya semasa kecil. Saat memasuki gerbang pasar, tiba-tiba muncul pamannya, Syaikh Seman Mulya di hadapannya dan memerintahkan untuk pulang. Orang-orang tidak ada yang melihat Syekh, begitu juga sepupu yang menjadi ”bodyguard”-nya. Dia pun langsung pulang ke rumah.
Dalam usia kurang lebih 10 tahun, sudah mendapat khususiat dan anugerah dari Tuhan berupa Kasyaf Hissi yaitu melihat dan mendengar apa yang ada di dalam atau yang terdinding. Dalam usia itu pula Qusyairi didatangi oleh seseorang bekas pemberontak yang sangat ditakuti masyarakat akan kejahatan dan kekejamannya. Kedatangan orang tersebut tentunya sangat mengejutkan keluarga di rumah beliau. Namun apa yang terjadi, laki-laki tersebut ternyata ketika melihat Qusyairi langsung sungkem dan minta ampun serta memohon minta dikontrol atau diperiksakan ilmunya yang selama itu ia amalkan, jika salah atau sesat minta dibetulkan dan dia pun minta agar supaya ditobatkan.
Pada usia 9 tahun pas malam jumat Qusyairi bermimpi melihat sebuah kapal besar turun dari langit. Di depan pintu kapal berdiri seorang penjaga dengan jubah putih dan di gaun pintu masuk kapal tertulis “Sapinah al-Auliya”. Qusyairi ingin masuk, tapi dihalau oleh penjaga hingga tersungkur. Dia pun terbangun. Pada malam jum’at berikutnya, ia kembali bermimpi hal serupa. Dan pada malam jumat ketiga, ia kembali bermimpi serupa. Tapi kali ini ia dipersilahkan masuk dan disambut oleh salah seorang syekh. Ketika sudah masuk ia melihat masih banyak kursi yang kosong.
Ketika Qusyairi merantau ke tanah Jawa untuk mencari ilmu, tak disangka tak dikira orang yang pertama kali menyambutnya dan menjadi guru adalah orang yang menyambutnya dalam mimpi tersebut.

Petuah

Salah satu pesan Guru Sekumpul adalah tentang karamah, yakni agar kita jangan sampai tertipu dengan segala keanehan dan keunikan. Karena bagaimanapun juga karamah adalah anugrah, murni pemberian, bukan suatu keahlian atau skill. Karena itu jangan pernah berpikir atau berniat untuk mendapatkan karamah dengan melakukan ibadah atau wiridan-wiridan. Dan karamah yang paling mulia dan tinggi nilainya adalah istiqamah di jalan Allah itu sendiri. Kalau ada orang mengaku sendiri punya karamah tapi salatnya tidak karuan, maka itu bukan karamah, tapi bakarmi (orang yang keluar sesuatu dari duburnya).
Guru Sekumpul juga sempat memberikan beberapa pesan kepada seluruh masyarakat Islam, yakni:
  1. Menghormati ulama dan orang tua
  2. Baik sangka terhadap muslimin
  3. Murah harta
  4. Manis muka
  5. Jangan menyakiti orang lain
  6. Mengampunkan kesalahan orang lain
  7. Jangan bermusuh-musuhan
  8. Jangan tamak atau serakah
  9. Berpegang kepada Allah, pada kabul segala hajat
  10. Yakin keselamatan itu pada kebenaran.

Karya tulis

Karya tulisnya adalah sebagai berikut :
  • Risalah Mubaraqah.
  • Manaqib Asy-Syekh As-Sayyid Muhammad bin Abdul Karim Al-Qadiri Al-Hasani As-Samman Al-Madani.
  • Ar-Risalatun Nuraniyah fi Syarhit Tawassulatis Sammaniyah.
  • Nubdzatun fi Manaqibil Imamil Masyhur bil Ustadzil a’zham Muhammad bin Ali Ba’alawy.

Meninggal dunia



KH Muhammad Zaini Abdul Ghani[1] sempat dirawat di Rumah Sakit Mount Elizabeth, Singapura, selama 10 hari. Selasa malam, 9 Agustus 2005, sekitar pukul 20.30, Guru Sekumpul tiba di Bandar Udara Syamsuddin Noor, Banjarbaru, dengan menggunakan pesawat carter F-28.[2]
Pada hari Rabu, tanggal 10 Agustus 2005 pukul 05.10 pagi, Guru Sekumpul menghembuskan napas terakhir dan berpulang ke rahmatullah pada usia 63 tahun di kediamannya sekaligus komplek pengajian, Sekumpul Martapura. Guru Sekumpul meninggal karena komplikasi akibat gagal ginjal.[2]
Begitu mendengar kabar meninggalnya Guru Sekumpul lewat pengeras suara di masjid-masjid selepas salat subuh, masyarakat dari berbagai daerah di Kalimantan Selatan berdatangan ke Sekumpul Martapura untuk memberikan penghormatan terakhir pada almarhum.[2]
Pasar Martapura yang biasanya sangat ramai pada pagi hari, Rabu pagi itu sepi karena hampir semua kios dan toko-toko tutup. Suasana yang sama juga terlihat di beberapa kantor dinas, termasuk Kantor Bupati Banjar. Sebagian besar karyawan datang ke Sekumpul untuk memberikan penghormatan terakhir.
Sebelum dimakamkan di kompleks pemakaman keluarga di dekat Mushalla Ar Raudhah, Rabu sore sekitar pukul 16.00, warga masyarakat yang datang diberikan kesempatan untuk melakukan salat jenazah secara bergantian. Kegiatan ibadah ini berpusat di Mushalla Ar Raudhah, Sekumpul, yang selama ini dijadikan tempat pengajian oleh Guru Sekumpul.[2]

Referensi

  1. ^ Muhammad Zaini (Qusyairi)
  2. ^ a b c d Tokoh Indonesia - Ulama Karismatik dari Sekumpul

http://id.wikipedia.org/wiki/Guru_Sekumpul

Senin, 07 Oktober 2013

0

Ustadz Jefri Al Bukhori

Bangkit dari masa lalu yang hitam, ia tampil membawa penyegaran dalam dunia dakwah. Dengan gaya dan bahasa yang khas ala anak muda ketika menyampaikan ceramah, sebutan ustadz gaul pun melekat padanya. Meski segmen pasar utamanya adalah kalangan anak muda, nyatanya ia dapat diterima oleh segala usia.

Putra ketiga dari lima bersaudara bernama lengkap Jefri Al Bukhori ini sejak kecil sudah diberikan pendidikan agama yang baik, termasuk mengaji, oleh kedua orang tuanya Alm. H. Ismail Modal dan Ustz Dra. Hj. Tatu Mulyana. Tak heran, berkat bimbingan orangtuanya, Jefri kecil sudah fasih dalam membaca ayat-ayat suci Al-Qur'an. Bahkan karena kepandaiannya itu, pria kelahiran 12 April 1973 ini berhasil mencatatkan prestasi saat masih duduk di bangku SD dengan menjuarai Musabaqah Tilawatil Qur'an (MTQ) hingga tingkat provinsi.

Setelah menyelesaikan pendidikan dasarnya, ia dan kedua orang kakaknya Abdullah Riyad (alm) dan Aswan Faisal menjadi santri di Pesantren Modern di Daar el Qolam Gintung, Balaraja Tangerang. Pola pendidikan pesantren yang disiplin tampaknya sedikit mengekang Uje yang kala itu tengah memasuki masa remaja, dimana ia tengah mencari jati diri. Namun, itu tidak serta merta membuat Uje jadi pribadi yang santun.

Semasa jadi santri, Uje dikenal dengan kenakalannya. Ia kerap tidur atau kabur dari pesantren untuk sekadar main dan nonton di bioskop saat teman-temannya sesama santri menunaikan sholat. Karena ulahnya, pihak pesantren terpaksa mengeluarkan Uje dari pondok pesantren tersebut. Akibatnya, Uje hanya mengecap 4 tahun dari 6 tahun yang seharusnya dijalani.

Setelah dikeluarkan dari pesantren, Uje dipindahkan ke Madrasah Aliyah (MA), sebutan untuk sekolah Islam setingkat SMA. Keluar dari pesantren rupanya bukan jawaban atas kenakalan Uje. Di MA, ia bukannya bertambah baik, tapi sebaliknya malah semakin nakal.

Meski nakal, Uje akhirnya berhasil merampungkan pendidikannya di tahun 1990. Setelah lulus, Uje melanjutkan studinya di akademi broadcasting. Kebetulan tepat di depan kampusnya yang terletak di bilangan Rawamangun, Jakarta Timur, terdapat sebuah wahana bilyard. Lagi-lagi karena Uje tak dapat menahan gejolak jiwa mudanya, kuliahnya terbengkalai karena ia terlampau sering menghabiskan waktu di tempat tersebut. Tak hanya itu, semasa kuliah ia kerap bergaul dengan para pemakai narkoba, di saat yang bersamaan ia juga mulai mengenal dunia malam.

Pada tahun 1991, Uje bekerja sebagai dancer di salah satu tempat hiburan malam. Di sela-sela waktu senggangnya, ia sering nongkrong di Institut Kesenian Jakarta. Di saat para pemain sinetron sedang latihan, kadang-kadang Uje menggantikan salah satunya. Itulah awal mulanya ia masuk ke dalam dunia hiburan, khususnya dunia seni peran.

Suatu ketika, ia pun akhirnya ikut casting dan mendapat peran dalam sebuah sinetron. Salah satu film yang pernah dibintanginya adalah Pendekar Halilintar. Kemampuannya dalam berakting bahkan pernah diganjar penghargaan sebagai pemeran pria terbaik dalam Sepekan Sinetron Remaja yang diadakan TVRI pada 1991.

Di saat Uje masih meraba ke mana arah hidupnya, tahun 1995 ia bertemu dengan seorang gadis yang kala itu berprofesi sebagai model sampul majalah remaja Aneka bernama Pipik Dian Irawati. Empat tahun menjalin kasih, Uje mantap menyunting
perempuan asal Semarang, Jawa Tengah itu pada 7 September 1999. Pernikahan yang digelar secara siri itu baru diresmikan dua bulan kemudian di kampung halaman mempelai
wanita. Keputusan itu terbilang berani, terlebih bagi Pipik, sang istri. Pasalnya, Uje saat itu masih menjadi pecandu narkoba. Namun ketergantungan sang suami pada barang haram itu tak menyurutkan cinta Pipik. "Tatapan matanya yang tajam dan kharismanya membuat saya jatuh hati," ujar Pipik, tersipu-sipu.

Uje mulai 'menemukan' Tuhan tatkala ia diajak umroh beserta ibu dan kakaknya untuk bertobat. Dapat menginjakkan kaki di tanah sang nabi mendatangkan sensasi tersendiri di hati Uje kala itu. Terlebih saat ia dapat bersandar di Ka'bah, seketika ia teringat pada masa lalunya, kelamnya kehidupan yang pernah ia jalani membuat air mata penyesalan mengalir deras dari matanya. Saking merasa berdosanya, ia membentur-benturkan kepalanya sambil meminta ampun kepada Allah SWT. Ia berharap segala dosa yang telah dilakukannya dapat diampuni.
Setelah bertekad untuk meninggalkan kemaksiatan, Uje mendapatkan amanah dari kakak tertuanya alm. Ust. H. Abdullah Riyad, untuk melanjutkan dakwah kakaknya di Jakarta, karena alm Ust. H. Abdullah Riyad mendapatkan kepercayaan dari MUIS (Majlis Ugame Islam Singapura) untuk menjadi Imam Besar di Masjid Haji Mohammad Soleh, bersebelahan dengan Maqam Habib Nuh Al Habsyi, Palmer Road, Singapura. Berawal dari usaha pertobatannya, sejak saat itu Uje mulai berdakwah. Meski demikian, usaha Uje untuk mensyiarkan agama Islam tak lantas berjalan mulus. Masa lalunya yang kelam kerap membuatnya dipandang sebelah mata oleh segelintir orang.

Seperti saat ia didaulat menjadi imam karena kepandaiannya melafazkan ayat-ayat suci Al-Qur'an. Namun, begitu mengetahui Uje yang akan menjadi imamnya, jamaah masjid itu pun seketika membubarkan diri. "Ngapain salat diimami sama tukang mabok," kata seorang jamaah, yang dituturkan kembali oleh Pipik. Kenyataan itu sempat membuat Uje merasa down kala itu. Ia berpikir, menjadi imam saja bubar, gimana mau berdakwah. Di saat seperti itulah peran keluarga yang mendorongnya untuk terus maju sangat berarti bagi Uje.

Akhirnya dengan kesabaran dan ketekunan sambil terus menambah ilmunya, Uje mulai berdakwah di majelis taklim, mushola, dan masjid. Ia berdakwah pertama kali di sebuah masjid di Mangga Dua. Pipik Dian Irawati, istrinya, menuliskan teks dakwah yang mesti disampaikan saat itu. Hasilnya, honor ceramah sebesar Rp 35.000 dia bawa pulang dan langsung diberikan kepada istrinya. "Inilah rezeki halal pertama yang saya kasih ke kamu," kata Uje kepada Pipik, sambil terisak-isak. Akhirnya perlahan-lahan tapi pasti, namanya mulai dikenal oleh masyarakat seperti sekarang ini. Sebagai pendakwah, Uje banyak dikagumi oleh berbagai kalangan.

Selain piawai menyampaikan ceramah keagamaan, kemampuan bermusik ayah empat anak itu pun cukup mumpuni. Kelebihannya itu ia gunakan ketika menyampaikan dakwahnya dalam bentuk lagu-lagu Islami. Debut albumnya, Lahir Kembali diluncurkan tahun 2006. Beberapa lagu diciptakannya sendiri dan dinyanyikan bersama
penyanyi lagu-lagu religi, seperti Opick.

Manusia boleh berencana tapi Tuhan jua yang menentukan. Uje meninggal dunia di usia yang terbilang muda, 40 tahun, setelah mengalami kecelakaan sepeda motor pada Jumat (26/4/2013) dini hari di kawasan Gedong Hijau, Pondok Indah, Jakarta Selatan. Kepergian Uje itu membuat banyak orang terkejut. Sejumlah tokoh dan ribuan jamaah melakukan sholat jenazah di Masjid Istiqlal dan mengantar jenazah ke pemakaman di TPU Karet, Jakarta Selatan. Beberapa hari sebelum wafatnya, Uje menyampaikan sebuah pesan dalam twitternya dengan tulisan, "Pada akhirnya semua akan menemukan yang namanya titik jenuh dan pada saat itu kembali adalah yang terbaik".

Sumber: http://www.tokohindonesia.com/biografi/article/286-direktori/2509-dakwah-si-ustadz-gaul
Copyright © tokohindonesia.com

"Sebuah ungkapan ISTIMEWA dari Seorang Ustadz Jefri Al Bukhori ( Almarhum ) Untuk Istri TERCINTA"

✽ ENGKAU LAH BIDADARI SURGA KU ✽

❥ Setiap manusia punya Rasa cinta, yang mesti dijaga kesucian nya..

❥ Namun ada kala insan tak berdaya,saat dusta mampir bertahta..

❥ Kuinginkan dia,yang punya setia,
Yang mampu menjaga kemurnian nya..

❥ Saat ku tak ada,ku jauh darinya,amanah pun jadi penjaganya..


❥ Hatimu tempat berlindungku,
dari kejahatan syahwatku..

❥ TUHAN ku merestui itu,
dijadikan engkau istriku..

❥ Engkaulah,BIDADARI Surgaku..

❥ Tiada yang memahami, segala kekuranganku,kecuali kamu, bidadariku..

❥ Maafkanlah aku,dengan kebodohanku, yang tak bisa membimbing dirimu..

❥ Hatimu tempat berlindungku,
dari kejahatan syahwatku..

❥ Tuhan ku merestui itu,
dijadikan engkau istriku..

❥ Engkaulah,BIDADARI Surgaku..

❥ Lyric Nasyid By : Ustadz Jefri Al Bukhori..

❥ Subhanallah,Semoga Allah Menempatkan Ustadz Jefri Al Bukhori di dalam Surga-NYA..

♥ ✽ Aamiin Yaa Rabbal'alamiin ✽ ♥


# Referensi
http://andimuhammadaliblogs.blogspot.com/2013/04/biografi-ustadz-jefri-al-bukhori-uje.html
0

Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari



Syekh Muhammad Arsyad bin Abdullah bin Abdur Rahman al-Banjari (atau lebih dikenal dengan nama Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari (lahir di Lok Gabang, 17 Maret 1710 – meninggal di Dalam Pagar, 3 Oktober 1812 pada umur 102 tahun atau 15 Shofar 1122 – 6 Syawwal 1227 H)[1] adalah ulama fiqih mazhab Syafi'i yang berasal dari kota Martapura di Tanah Banjar (Kesultanan Banjar), Kalimantan Selatan. Beliau hidup pada masa tahun 1122-1227 hijriyah. Beliau mendapat julukan anumerta Datu Kelampaian.
Beliau adalah pengarang Kitab Sabilal Muhtadin yang banyak menjadi rujukan bagi banyak pemeluk agama Islam di Asia Tenggara.[2]


Jalur nasab silsilah beliau adalah :


  1. syech Maulana  Muhammad Arsyad Albanjari bin 
  2. Abdullah bin
  3. Abu Bakar bin
  4. Sultan Abdurrasyid bin
  5. Abdullah Alhindi bin
  6. Abu Bakar Alhindi bin
  7. Ahmad Asshalbiyyah bin 
  8. husein bin
  9. Abdullah bin
  10. syaikh bin
  11. Abdullah Al Idrus Al Akbar (datuknya seluruh Al Aydarus) bin
  12. Abu Bakar Assakran bin
  13. Abdurrahman Assaqaf bin
  14. Muhammad Maula Dawilah bin
  15. Ali maula Ad Dark bin Alwi Alghuyyur bin
  16. Muham Alfaqih Muqaddam bin

  17. Ali faqih Nuruddin bin
  18. Muhammad Shahib Mirbath bin
  19. Ali Khaliqul Qassan bin
  20. Alwi bin
  21. Muhammad Maula Shama'ah bin
  22. Alawi Abi Sadah bin
  23. Ubaidillah bin Imam Ahmad Almuhajjir bin
  24. Imam isa Arrumi bin
  25. Imam Muhammad Annaqib bin
  26. Imam Ali Uraidhy bin
  27. Imam ja'far Asshadiq bin
  28. Imam Muhammad Albaqir bin
  29. Imam Ali Zainal Abidin bin
  30. Imam sayyidina Husein bin
  31.  Al Imam Amirul MU'minin Ali karamallahu Wajhah Wa sayyidah Fatimah binti Rasullullah shalallahu Alaihi Wasallam..


R I W A Y A T

Masa kecil

Sejak dilahirkan, Muhammad Arsyad melewatkan masa kecil di desa kelahirannya Lok Gabang, Martapura. Sebagaimana anak-anak pada umumnya, Muhammad Arsyad bergaul dan bermain dengan teman-temannya. Namun pada diri Muhammad Arsyad sudah terlihat kecerdasannya melebihi dari teman-temannya. Begitu pula akhlak budi pekertinya yang halus dan sangat menyukai keindahan. Diantara kepandaiannya adalah seni melukis dan seni tulis. Sehingga siapa saja yang melihat hasil lukisannya akan kagum dan terpukau. Pada saat Sultan Tahlilullah sedang bekunjung ke kampung Lok Gabang, sultan melihat hasil lukisan Muhammad Arsyad yang masih berumur 7 tahun. Terkesan akan kejadian itu, maka Sultan meminta pada orang tuanya agar anak tersebut sebaiknya tinggal di istana untuk belajar bersama dengan anak-anak dan cucu Sultan. Di istana, Muhammad Arsyad tumbuh menjadi anak yang berakhlak mulia, ramah, penurut, dan hormat kepada yang lebih tua. Seluruh penghuni istana menyayanginya dengan kasih sayang. Sultan sangat memperhatikan pendidikan Muhammad Arsyad, karena sultan mengharapkan Muhammad Arsyad kelak menjadi pemimpin yang alim.

Menikah dan Menuntut Ilmu di Mekkah

Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari mendapat pendidikan penuh di Istana sehingga usia mencapai 30 tahun. Kemudian ia dikawinkan dengan seorang perempuan bernama Tuan Bajut.[7]
Ketika istrinya mengandung anak yang pertama, terlintaslah di hati Muhammad Arsyad suatu keinginan yang kuat untuk menuntut ilmu di tanah suci Mekkah. Maka disampaikannyalah hasrat hatinya kepada sang istri tercinta.
Meskipun dengan berat hati mengingat usia pernikahan mereka yang masih muda, akhirnya isterinya mengamini niat suci sang suami dan mendukungnya dalam meraih cita-cita. Maka, setelah mendapat restu dari sultan berangkatlah Muhammad Arsyad ke Tanah Suci mewujudkan cita-citanya. Deraian air mata dan untaian doa mengiringi kepergiannya.
Di Tanah Suci, Muhammad Arsyad mengaji kepada masyaikh terkemuka pada masa itu. Di antara guru beliau adalah Syekh ‘Athaillah bin Ahmad al-Mishry, al-Faqih Syekh Muhammad bin Sulaiman al-Kurdi dan al-‘Arif Billah Syekh Muhammad bin Abdul Karim al-Samman al-Hasani al-Madani.
Syekh yang disebutkan terakhir adalah guru Muhammad Arsyad di bidang tasawuf, dimana di bawah bimbingannyalah Muhammad Arsyad melakukan suluk dan khalwat, sehingga mendapat ijazah darinya dengan kedudukan sebagai khalifah.
Selain itu guru-guru Muhammad Arsyad yang lain seperti Syekh Ahmad bin Abdul Mun'im ad Damanhuri, Syekh Muhammad Murtadha bin Muhammad az Zabidi, Syekh Hasan bin Ahmad al Yamani, Syekh Salm bin Abdullah al Basri, Syekh Shiddiq bin Umar Khan, Syekh Abdullah bin Hijazi asy Syarqawy, Syekh Abdurrahman bin Abdul Aziz al Maghrabi, Syekh Abdurrahamn bin Sulaiman al Ahdal, Syekh Abdurrahman bin Abdul Mubin al Fathani, Syekh Abdul Gani bin Muhammad Hilal, Syekh Abis as Sandi, Syekh Abdul Wahab at Thantawy, Syekh Abdullah Mirghani, Syekh Muhammad bin Ahmad al Jauhari, dan Syekh Muhammad Zain bin Faqih Jalaludin Aceh.
Selama menuntut ilmu di sana, Syekh Muhammad Arsyad menjalin persahabatan dengan sesama penuntut ilmu seperti Syekh Abdussamad Falimbani, Syekh Abdurrahman Misri, dan Syekh Abdul Wahab Bugis.
Setelah lebih kurang 35 tahun menuntut ilmu di Maekkah dan Madinah, timbullah niat untuk menuntut ilmu ke Mesir. Ketika niat ini disampaikan dengan guru mereka, Syekh menyarankan agar keempat muridnya ini untuk pulang ke Jawi (Indonesia) untuk berdakwah di negerinya masing-masing.
kerinduan akan kampung halaman. Terbayang di pelupuk mata indahnya tepian mandi yang di arak barisan pepohonan aren yang menjulang. Terngiang kicauan burung pipit di pematang dan desiran angin membelai hijaunya rumput. Terkenang akan kesabaran dan ketegaran sang istri yang setia menanti tanpa tahu sampai kapan penentiannya akan berakhir. Pada Bulan Ramadhan 1186 H bertepatan 1772 M, sampailah Muhammad Arsyad di kampung halamannya, Martapura, pusat Kesultanan Banjar pada masa itu.
Akan tetapi, Sultan Tahlilullah, seorang yang telah banyak membantunya telah wafat dan digantikan kemudian oleh Sultan Tahmidullah II bin Sultan Tamjidullah I, yaitu cucu Sultan Tahlilullah. Sultan Tahmidullah yang pada ketika itu memerintah Kesultanan Banjar, sangat menaruh perhatian terhadap perkembangan serta kemajuan agama Islam di kerajaannya.
Sultan Tahmidullah II menyambut kedatangan beliau dengan upacara adat kebesaran. Segenap rakyatpun mengelu-elukannya sebagai seorang ulama "Matahari Agama" yang cahayanya diharapkan menyinari seluruh Kesultanan Banjar. Aktivitas beliau sepulangnya dari Tanah Suci dicurahkan untuk menyebarluaskan ilmu pengetahuan yang diperolehnya. Baik kepada keluarga, kerabat ataupun masyarakat pada umumnya. Bahkan, sultan pun termasuk salah seorang muridnya sehingga jadilah dia raja yang ‘alim lagi wara’[8]. Selama hidupnya ia memiliki 29 anak dari tujuh isterinya. [9]

Hubungan dengan Kesultanan Banjar

Pada waktu ia berumur sekitar 30 tahun, Sultan mengabulkan keinginannya untuk belajar ke Mekkah demi memperdalam ilmunya. Segala perbelanjaanya ditanggung oleh Sultan. Lebih dari 30 tahun kemudian, yaitu setelah gurunya menyatakan telah cukup bekal ilmunya, barulah Syekh Muhammad Arsyad kembali pulang ke Banjarmasin. Akan tetapi, Sultan Tahlilullah seorang yang telah banyak membantunya telah wafat dan digantikan kemudian oleh Sultan Tahmidullah II bin Sultan Tamjidullah I, yaitu cucu Sultan Tahlilullah.
Sultan Tahmidullah II yang pada ketika itu memerintah Kesultanan Banjar, sangat menaruh perhatian terhadap perkembangan serta kemajuan agama Islam di kerajaannya. Sultan inilah yang meminta kepada Syekh Muhammad Arsyad agar menulis sebuah Kitab Hukum Ibadat (Hukum Fiqh), yang kelak kemudian dikenal dengan nama Kitab Sabilal Muhtadin.

Pengajaran dan bermasyarakat


Makam Datu Kalampayan yang sering dikunjungi oleh peziarah dari berbagai daerah.
Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari adalah pelopor pengajaran Hukum Islam di Kalimantan Selatan. Sekembalinya ke kampung halaman dari Mekkah, hal pertama yang dikerjakannya ialah membuka tempat pengajian (semacam pesantren) bernama Dalam Pagar, yang kemudian lama-kelamaan menjadi sebuah kampung yang ramai tempat menuntut ilmu agama Islam. Ulama-ulama yang dikemudian hari menduduki tempat-tempat penting di seluruh Kerajaan Banjar, banyak yang merupakan didikan dari suraunya di Desa Dalam Pagar.
Di samping mendidik, ia juga menulis beberapa kitab dan risalah untuk keperluan murid-muridnya serta keperluan kerajaan. Salah satu kitabnya yang terkenal adalah Kitab Sabilal Muhtadin yang merupakan kitab Hukum-Fiqh dan menjadi kitab-pegangan pada waktu itu, tidak saja di seluruh Kerajaan Banjar tapi sampai ke-seluruh Nusantara dan bahkan dipakai pada perguruan-perguruan di luar Nusantara Dan juga dijadikan dasar Negara Brunai Darussalam.

Karya-karyanya

Kitab karya Syekh Muhammad Arsyad yang paling terkenal ialah Kitab Sabilal Muhtadin, atau selengkapnya adalah Kitab Sabilal Muhtadin lit-tafaqquh fi amriddin, yang artinya dalam terjemahan bebas adalah "Jalan bagi orang-orang yang mendapat petunjuk untuk mendalami urusan-urusan agama". Syekh Muhammad Arsyad telah menulis untuk keperluan pengajaran serta pendidikan, beberapa kitab serta risalah lainnya, diantaranya ialah:[10]
  • Kitab Ushuluddin yang biasa disebut Kitab Sifat Duapuluh,
  • Kitab Tuhfatur Raghibin, yaitu kitab yang membahas soal-soal itikad serta perbuatan yang sesat,
  • Kitab Nuqtatul Ajlan, yaitu kitab tentang wanita serta tertib suami-isteri,
  • Kitabul Fara-idl, hukum pembagian warisan.
Dari beberapa risalahnya dan beberapa pelajaran penting yang langsung diajarkannya, oleh murid-muridnya kemudian dihimpun dan menjadi semacam Kitab Hukum Syarat, yaitu tentang syarat syahadat, sembahyang, bersuci, puasa dan yang berhubungan dengan itu, dan untuk mana biasa disebut Kitab Parukunan. Sedangkan mengenai bidang Tasawuf, ia juga menuliskan pikiran-pikirannya dalam Kitab Kanzul-Makrifah.

Referensi

  1. ^ Radar Banjarmasin - Peninggalan Datu Kalampayan
  2. ^ (Indonesia) Mahsun Fuad, Hukum Islam Indonesia: dari nalar partisipatoris hingga emansipatoris, PT LKiS Pelangi Aksara, 2005 ISBN 9798451139, 9789798451133
  3. ^ a b Syajaratul Arsyadiyah, Mathba'ah Ahmadiyah Singapura, oleh Abd Rahman Shiddiq (Tuan Guru Sapat, Mufti Kesultanan Indragiri) Cetakan I. Tahun 1356 H.
  4. ^ Raja Kerajaan Tidung/Tarakan dari Dinasti Tengara yaitu Sultan Abdurrasid - keturunan Raja Kesultanan Sulu
  5. ^ Syeikh Muhammad Arsyad Al Banjari Pengarang Sabilal Muhtadin, oleh Abdullah Hj W. Moh. Shagir, Khazanah Fathaniyah, Kuala Lumpur, Tahun 1990.
  6. ^ Maulana Syeik Muhammad Arsyad Al Banjari, oleh Abu Daudi, Dalam Pagar, Martapura. Cetakan Tahun 1980, 1996, dan 2003.
  7. ^ (Indonesia) Sudrajat, A. Suryana (2006). Ulama pejuang dan ulama petualang: belajar kearifan dari Negeri Atas Angin. Erlangga. hlm. 77. ISBN 9797816079.ISBN 9789797816070
  8. ^ http://www.adityaperdana.web.id/mengenal-syekh-muhammad-arsyad-al-banjari/
  9. ^ Muslich Shabir, Pemikiran Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari tentang zakat: suntingan teks dan analisis intertekstual, Penerbit Nuansa Aulia, 2005
  10. ^ (Melayu) Abdul Rashid Melebek, Amat Juhari Moain (2006). Sejarah bahasa Melayu. Utusan Publications. ISBN 9676118095.ISBN 9789676118097 

-http://id.wikipedia.org/wiki/Muhammad_Arsyad_al-Banjari

Hijaumuda